Lebih dari 50 persen pria di China kini setuju untuk resign dari pekerjaan mereka dan menjadi bapak rumah tangga.
Sebuah fenomena yang semakin populer dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut survei yang dilakukan pada tahun 2019, persentase ini meningkat signifikan dari hanya 17 persen pada tahun 2007.
Fenomena ini muncul sebagai respons terhadap perubahan norma sosial di China, di mana pria tradisionalnya dianggap sebagai pencari nafkah dan wanita bertanggung jawab atas rumah tangga.
Namun, dengan meningkatnya status perempuan dan akses mereka ke pendidikan tinggi, banyak pria kini memilih untuk mengambil peran aktif dalam mengurus rumah dan anak-anak.
Contoh Kasus
Salah satu contoh adalah Chen Hualiang, mantan manajer proyek yang memutuskan untuk berhenti bekerja dan fokus pada tugas rumah tangga.
Dia merasa bahwa gaji tidak selalu menjadi hal terpenting bagi keluarga dan ingin lebih dekat dengan anak-anaknya.
Istrinya, Mao Li, seorang penulis buku tentang bapak rumah tangga, menyatakan bahwa keputusan Chen sangat membantu dalam membagi tugas rumah tangga.
Peningkatan jumlah pria yang memilih menjadi ayah rumah tangga juga dipicu oleh faktor ekonomi.
Banyak pasangan menemukan bahwa mengurus anak sendiri sering kali lebih ekonomis dibandingkan menyewa pengasuh.
Selain itu, platform media sosial seperti Xiaohongshu telah memberikan ruang bagi para ayah untuk berbagi pengalaman dan mempromosikan gaya hidup baru ini.
Meskipun tren ini berkembang, masih ada penolakan dari sebagian masyarakat, terutama generasi yang lebih tua.
Mereka seringkali berpegang pada pandangan tradisional bahwa pria seharusnya bekerja di luar rumah untuk menafkahi keluarga.
Dengan demikian, fenomena bapak rumah tangga di China mencerminkan perubahan sosial yang lebih luas dan tantangan terhadap norma-norma patriarkis yang telah ada selama berabad-abad.
No comment